Dalam fase perkembangan anak, mengalami tantrum adalah hal yang wajar. Bagi orang tua, anak yang tantrum terkadang sangat menguras tenaga dan emosi dalam menghadapi mereka. Tak jarang orang tua kewalahan menghadapi anak yang tantrum baik saat anak berada di rumah maupun di tempat umum. Meskipun terasa melelahkan, tantrum ternyata memiliki sejumlah manfaat bagi anak.
Penyebab anak tantrum
Pada dasarnya, tantrum adalah luapan emosi anak karena mereka belum dapat mengungkapkan emosinya secara lisan. Tantrum sangat umum terjadi pada anak yang berusia di atas 15 bulan ketika emosinya mulai berkembang.
Reaksi tantrum umumnya ditunjukkan dengan reaksi marah, menangis, mengamuk, bahkan hingga berguling-guling ke lantai. Hal ini dapat terjadi karena anak belum mampu mengungkapkan apa yang mereka inginkan sehingga anak-anak memilih untuk meluapkan emosinya begitu saja.
Tantrum dapat terjadi karena anak merasa tidak nyaman, lapar, kelelahan, mencari perhatian, dan lain-lain. Seiring dengan meningkatnya kemampuan anak dalam mengelola emosi dan kemampuan berkomunikasi, maka tantrum akan berkurang.
Peran tantrum bagi perkembangan emosi anak
Meskipun tak mudah menghadapi anak tantrum, namun sebenarnya tantrum memiliki peran bagi perkembangan emosi anak ke depannya. Sebagai orang tua, kita harus menyikapi tantrum anak dengan baik agar bisa merasakan manfaat ini, antara lain:
1. Pelampiasan emosi anak
Anak yang marah dan menangis sering dianggap sebagai hal yang negatif. Namun sebenarnya, ketika anak menangis, ia sedang melepaskan stres yang ia rasakan. Anda dapat melihat bahwa setelah marah dan menangis, suasana hatinya akan menjadi lebih baik. Untuk itu ketika anak memulai fase tantrumnya, sebaiknya orang tua tidak menahannya dan justru membiarkan anak menuntaskan emosinya.
2. Membantu anak belajar
Anak yang sedang tantrum sebenarnya sedang belajar mengungkapkan emosi yang ia rasakan. Dengan begini, anak akan mampu mengendalikan diri sehingga mereka bisa mengatasi emosinya dengan baik. Seiring dengan perkembangan anak, mereka akan mengetahui bahwa mereka bisa mendapatkan hal yang mereka inginkan dengan cara yang lebih baik.
3. Mengajarkan anak tentang aturan
Pada beberapa anak, terkadang menangis dan marah bisa menjadi senjata untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Namun bila orang tua bersikap tegas, anak akan belajar tentang peraturan yang harus mereka patuhi. Mengatakan tidak pada anak juga memberi batasan yang jelas mengenai mana sikap yang baik dan mana yang tidak bisa diterima, terutama ketika sedang berada di tempat umum.
4. Anak merasa nyaman mengungkapkan perasaannya
Seringkali anak menjadi tantrum karena ingin mengungkapkan perasaannya namun tidak bisa menyampaikannya secara lisan. Dengan melepaskan emosinya saat tantrum, anak akan belajar untuk mengungkapkan perasaan dan keinginannya dengan jujur. Anak-anak tidak akan memanipulasi perasaan orang tua dengan amarah atau tangisan demi mendapatkan keinginannya.
5. Mendekatkan anak dan orang tua
Di balik orang tua yang kerap kewalahan menghadapi anak yang menangis dan marah-marah, tantrum justru dapat mendekatkan hubungan orang tua dan anak. Setiap anak tantrum bukan berarti mereka benar-benar marah pada Anda. Pastikan untuk tetap tenang dan berikan pelukan ketika emosi anak sudah mereda. Dengan cara ini, anak akan menyadari bahwa Anda akan selalu menyayanginya dan membuat hubungan Anda dan anak menjadi lebih dekat.
Orang tua tidak perlu khawatir ketika anak mengalami tantrum karena hal ini merupakan bagian dari perkembangan emosi anak. Orang tua harus tetap bersikap tenang dan mampu mengendalikan diri ketika menghadapi anak tantrum. Sikap dan ajaran orang tua pada anak dapat memengaruhi sikap anak ke depannya. Namun, jika anak menunjukkan perilaku agresif dan sering mengarah pada kekerasan, maka sebaiknya konsultasikan hal ini dengan dokter atau psikiater.
- dr Hanifa Rahma